Dosen HI UMY Terbitkan Buku Baru

November 22, 2018, oleh: Admin HI


Dalam dunia perkuliahan, tugas seorang dosen tidak hanya bertugas mengajar mahasiswanya di kelas, melainkan juga mengembangkan ilmu yang dimilikinya melalui penelitian dan karya tulisnya. Selain sebagai media pengembangan diri, penelitian dan karya tulis juga mencerminkan kemampuan yang dimiliki oleh seorang dosen dalam dunia pendidikan. Terkhususnya dalam bidang karya tulis, seorang dosen dapat menghasilkan buku, artikel, dan jurnal yang nantinya bisa bermanfaat untuk masa depan yang lebih baik.
Baru-baru ini, Ali Maksum, Ph.D. yang merupakan salah satu dosen Hubungan Internasional UMY ini berhasil menerbitkan buku baru miliknya yang berjudul “Potret Demokrasi di Asia Tenggara Pasca Perang Dingin” yang diterbitkan oleh The Phinisi Press Yogyakarta pada bulan November 2018. Buku ini berusaha memotret perkembangan dan dinamika demokrasi di Asia Tenggara. Bukan perdebatannya yang ditulis, melainkan implementasinya di empat negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filiphina, dan Thailand.
Kehadiran buku ini sangat penting karena mencoba mengurai perkembangan demokrasi di negara dengan kultur dan agama yang berbeda. Indonesia dan Malaysia, misalnya adalah dua negara di mana Islam sebagai mayoritas tetapi praktik demokrasinya berbeda. Di satu sisi, tidak salah jika mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan Malaysia, tetapi di lain sisi Malaysia lebih makmur secara ekonomi dibandingkan dengan Indonesia.
Praktik demokrasi di Philipina dan Thailand yang menghadirkan cerita dan dinamika yang berbeda. Philipina dapat dikatakan sebagai salah satu negara di ASEAN dengan sistem demokrasi yang relatif bagus tetapi juga tidak terlepas dari beberapa masalah yang disorot dunia internasional, terutama di Philipina Selatan yang menyangkut umat Islam sebagai warga minoritas. Selain itu, tingkat korupsi di negara ini juga tergolong cukup tinggi meskipun dengan demokrasi yang sudah berjalan dengan baik. Lain lagi Thailand yang menerapkan demokrasi tetapi selalu diwarnai peralihan kekuasaan secara tidak sah. Tercatat dalam sejarah Thailand modern, sudah terjadi kurang lebih 11 kali kudeta militer untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Taksin Sinawatra dan keluarganya termasuk yang banyak disorot karena dia adalah figur yang populer di mata rakyat tetapi berhasil digulingkan oleh militer dengan dukungan raja.
Harapannya, buku yang telah diterbitkan ini dapat menjadi bahan belajar bagi para mahasiswa Hubungan Internasional dan masyarakat pada umumnya jika ingin mendalami tentang dinamika demokrasi yang ada di Asia Tenggara. Sehingga, dapat membuka cakrawala pengetahuan yang lebih luas tentang demokrasi.