Peringatan Hari Keadilan Sosial Sedunia 2023: Tantangan dan Peluang Keadilan Sosial – Wawancara bersama Adde Marup Wirasenjaya

Maret 15, 2023, oleh: Admin HI

Setiap tahunnya, tanggal 20 Februari menjadi momentum penting dalam memperingati Hari Keadilan Sosial. Sejak ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2007, dinamika permasalahan terkait isu ketidakadilan sosial terus mewarnai berbagai negara. 

Dalam menanggapi masalah ketidakadilan sosial yang berpotensi terus berkembang tiap tahunnya, badan PBB bersama rezim internasional lainnya mengadakan pertemuan dengan tema tahun ini “Overcoming Barriers and Unleashing Opportunities for Social Justice” yang berfokus pada keterlibatan berbagai aktor dalam mempromosikan keadilan sosial. 

Dalam kesempatan ini, Program Studi Hubungan Internasional (Prodi HI) UMY mengadakan diskusi bersama Bapak Adde Marup Wirasenjaya, S.I.P., M.A. selaku dosen Prodi HI UMY sekaligus pengampu Mata Kuliah Kajian Globalisasi untuk membahas persoalan ketidakadilan sosial global saat ini.

Bagaimana kita dapat memahami isu ketidakadilan bagi masyarakat global saat ini?

Pemahaman terkait isu ketidakadilan sosial dan berbagai persoalan lain yang muncul akibat isu tersebut dapat kita amati melalui beberapa cara. Pertama, sebagai sebab. Kita harus melihat ketidakadilan global dari sebab aktor-aktor mana yang memiliki kapasitas untuk menguasai sumber daya di dunia ini. Kurang berimbangnya relasi antar aktor negara dan korporasi dengan masyarakat juga menjadi penyebab utama. 

Kedua, yaitu dengan melihat isu ketidakadilan sosial sebagai implikasi. Ketimpangan relasi yang terjadi antara negara dan perusahaan besar, yang notabenenya memiliki kapasitas lebih untuk menguasai berbagai sumber daya, terhadap masyarakat dapat menyebabkan isu ketidakadilan sosial terus terjadi. Akibat dari ketidakadilan global ini sendiri kita ketahui telah menimbulkan kemiskinan, keterbelakangan, atau marjinalisasi yang semakin terasa khususnya di negara berkembang.

Cara ketiga atau yang terakhir adalah cara produksi yang salah. Global injustice terjadi karena cara produksi yang masih bersifat eksploitatif dan tamak, sehingga globalisasi hanya semakin memperparah dengan cara produksinya yang sama pada era kolonialisme. Akibatnya, negara-negara berkembang harus menerima resiko yang dilakukan oleh lembaga internasional, negara maju, ataupun korporasi raksasa.

Bagaimana digitalisasi dapat menjadi peluang dalam mengatasi ketidaksetaraan khususnya bagi pemuda?

Digitalisasi juga berada pada logika cara produksi yang sama. Artinya, perangkat atau platform digital yang dimiliki masyarakat global mengarah pada surveillance yang dilakukan oleh rezim pemantauan baru atau rezim ekonomi baru. Misalnya, pada transaksi digital yang dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Fenomena tersebut dapat berujung pada ketidakadilan global karena hanya akan memberikan keuntungan lebih pada pemilik sistem transaksi yang merupakan mega korporasi. 

Bagi pemuda, celah untuk memanfaatkan peluang tersebut dapat dilakukan, namun harus disertai dengan pendekatan yang kritis. Hal ini mengingat terjadinya fenomena Virtual Capitalism, dimana korporasi memperoleh keuntungan ekonomi dari platform digital yang terkesan mudah diakses bagi seluruh kalangan. Dari sini, kemudian menimbulkan persoalan baru terhadap keadilan global yang perlu diselesaikan bersama.

Apa upaya yang dapat dilakukan oleh berbagai aktor dalam mempromosikan keadilan sosial?

Munculnya tantangan transnasionalisasi yang melahirkan virtual kapitalisme, seharusnya dapat mendorong terciptanya solusi berupa inisiatif yang berbasis pada kekuatan lokal. Ekonomi yang terus bertumbuh harus dibarengi dengan gerakan yang punya akar atau tumbuh dari bawah, sehingga isu keadilan bisa dirasakan masyarakat global. Gerakan yang punya akar dari masyarakat sipil dengan nilai-nilai dan partisipasi secara konkrit ini dapat menjadi tawaran solusi dalam mempromosikan keadilan sosial.

“Mahasiswa saat ini harus tetap punya kesadaran sebagai citizen, bukan hanya netizen. Sebagai citizen, berarti mereka bertanggung jawab dengan sekelilingnya. Sekali lagi, global justice hanya bisa muncul dari partisipasi yang sejati. Ruang demokratik dalam kehidupan sosial sudah seharusnya diisi oleh gerakan atau aktivisme sosial dari kalangan muda agar keadilan global tidak lagi menjadi semboyan yang terus melenggangkan cara produksi virtual kapitalisme.”

 


Penulis; Ahmad Mujaddid Fachrurreza