ACFTA: Media Harmony of Interest atau Media Baru Hegemoni China Atas Indonesia

Oktober 26, 2012, oleh: Admin HI

Hal yang paling mendasar dalam mengukur maju atau mundurnya suatu negara salah satunya ekonomi. Maka masalah ekonomi harus di perhatikan oleh negara, terutama dalam pembahasan ini tentang ekonomi indonesia. Liberalisasi perdagangan yang diopinikan oleh mayoritas masyarakat dunia sebagai sistem yang akan “memenangkan” dan “mensejahterakan” semua pihak yang terlibat, haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh perhitungan.
Keterlibatan Indonesia dalam ACFTA, terkhusus dalam hubungan bilateral perdagangan dengan China belumlah membawa kemanfaatan yang maksimal. Kondisi defisit neraca perdagangan di tahun 2008 dan 2009 atas China belum dapat diperbaiki pasca implementasi ACFTA pada 1 Januari 2010. Akibat yang ditimbulkan, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan yang lebih besar. Pembebasan tarif bea masuk impor telah meningkatkan ekspor China ke Indonesia dengan cukup tajam, dari 11,019 milyar US$ di tahun 2009 (Januari-Oktober) menjadi 16,597 milyar US$ atau lebih dari 50% di tahun 2010 dalam periode yang sama.
Dengan angka tersebut China telah menjadi negara importir terbesar bagi Indonesia (15,16%), menggeser Singapura. Sementara, sekalipun ekspor Indonesia ke China setelah implementasi ACFTA volumenya naik, dari 9,8 milyar US$ ke angka 11,6 milyar US$, namun market share-nya turun dari 9,8% ke angka 9,28% dari total impor Cina, ini sebuah indikasi lemahnya pemerintah mendorong peningkatan daya saing yang sebenarnya merupakan prasyarat utama untuk meraih manfaat dari pemberlakuan ACFTA. Indonesia-pun dalam waktu yang kurang dari satu tahun (Januari-Oktober 2010) setelah implementasi ACFTA mengalami defisit 4,965 milyar US$, sebuah kerugian terbesar dalam sejarah perdagangannya dengan China.
Dari analisis di atas dapat disimpulkan saat ini, telah terbentuk pola ketergantungan baru dengan China, dimana negara Tirai Bambu tersebut, menjadi negara tujuan ekspor Indonesia terbesar dan juga negara importir tertinggi bagi Indonesia. Indikator lain juga menunjukkan bahwa membanjirnya produk China di segala lini, mulai menggusur industri-industri lokal berskala kecil-menengah (UKM) di berbagai daerah. (*)
Winner Agung Pribadi, S.IP, M.A*
Dosen Hubungan Internasional UMY, Pakar Ekonomi Politik Internasional (EPI)