Ulah Konstruksi Penjajah, Politik Islam Terdiskreditkan di Indonesia

April 1, 2013, oleh: Admin HI

Islam adalah agama yang menyempurnakan ajaran sebelumnya dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Islam yang turun di tanah Arab bukan berarti miliki orang Arab, karena Islam sangat sempurna dan menyeluruh sehingga sesuai dengan tantangan zaman serta sesuai pula di ruang dan waktu yang berbeda. Terhitung dari tahun 570-an Masehi hingga kini, Islam telah tersebar keseluruh penjuru dunia yang dibawa oleh para pedagang dan para ilmuwan.
Saat ini diperkirakan terdapat antara 1.250 juta hingga 1,4 miliar umat Muslim yang tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut sekitar 18% hidup di negara-negara Arab, 20% di Afrika, 20% di Asia Tenggara, 30% di Asia Selatan yakni Pakistan, India dan Bangladesh. Populasi Muslim terbesar dalam satu negara dapat dijumpai di Indonesia. Populasi Muslim juga dapat ditemukan dalam jumlah yang signifikan di Republik Rakyat China, Amerika Serikat, Eropa, Asia Tengah, dan Rusia. Pertumbuhan Muslim sendiri diyakini mencapai 2,9% per tahun, sementara pertumbuhan penduduk dunia hanya mencapai 2,3%. Besaran ini menjadikan Islam sebagai agama dengan pertumbuhan pemeluk yang tergolong cepat di dunia.
Politik Islam di Indonesia yang sempat mengobarkan semangat para santri dan masyarakat umum, sangatlah berpengaruh pada awalnya. Karena pengaruh tersebut penjajah yang datang ke Indonesia yaitu Belanda, bertekad untuk menghapuskan politik Islam di Indonesia. Ditambah lagi pemuka Islam di Indonesia berhubungan dengan Khilafah Utsmaniyah Istanbul. Sehingga sangat besarlah tekad Belanda untuk menghapus politik Islam dalam sejarah Indonesia. Walaupun Islam lebih dulu masuk ke Indonesia, Belanda bermaksud untuk menyimpan kenyataan tersebut dengan teori-teorinya.
Ada beberapa versi tentang masuknya Islam ke Indonesia, versi dari Snouck mengatakan Islam masuk di Indonesia pada abad ke 12 masehi. Adapun Abu Bakar Atche mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 masehi yang disebut teori Persia. Sedangkan versi yang paling sering digunakan mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 melalui laut India dan terus ke Nusantara. Pendapat 7 masehi ini lah yang dipakai banyak sejarah dalam melihat masuknya Islam di Indonesia.
Sejarah masuknya Islam di Indonesia
Ada beberapa teori yang hingga kini masih sering dibahas, baik oleh sarjana-sarjana Barat maupun kalangan intelektual Islam sendiri. Setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara. Teori pertama diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Nusantara. Teori yang pernah dimuat dalam jurnal swara muslim tersebut sangatlah populer, berikut beberapa teori tersebut.
Dalam L’arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan India.
Sebetulnya, teori ini dimunculkan pertama kali oleh Pijnappel, seorang sarjana dari Universitas Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje yang paling besar memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya adalah, karena Snouck dipandang sebagai sosok yang mendalami Islam. Teori ini diikuti dan dikembangkan oleh banyak sarjana Barat lainnya.
Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan bahasa yang diyakini datang dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa yang lainnya. Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.
Kedua teori di atas mendatang kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga, yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada abad ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidisinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin.
Bahkan sumber-sumber literatur China menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.
Dalam kitab sejarah China yang berjudul Chiu T’hang Shu disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni’ yang merupakan sebutan untuk Amirul Mukminin.
Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’ menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan. Biasanya, para pengembara Arab ini tak hanya berlayar sampai di China saja, tapi juga terus menjelajah sampai di Timur Jauh, termasuk Indonesia. Jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah mampu melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Ini adalah rute pelayaran paling panjang yang pernah ada sebelum abad 16.
Hal ini juga bisa dilacak dari catatan para peziarah Buddha China yang kerap kali menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak abad ke-7 untuk pergi ke India. Bahkan pada era yang lebih belakangan, pengembara Arab yang masyhur, Ibnu Bathutah mencatat perjalanannya ke beberapa wilayah Nusantara. Tapi sayangnya, tak dijelaskan dalam catatan Ibnu Bathutah daerah-daerah mana saja yang pernah ia kunjungi.
Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke China. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri China. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton. Itu semua pertanda Islam masuk ke Indonesia pada adab ke 7 Masehi.
Penjajah bisa tenggelam karena politik Islam
Mengingat banyaknya ulama islam yang berpengaruh di masyarakat membuat langkah dan misi belanda sebagai penjajah terhambat. Misi 3G yang dibawa oleh Belanda mengalami hambatan yang sangat rumit, sehingga belanda mengkaji ilmu islam untuk mengatasi masalah tersebut. Misi 3G yaitu Gold, Glory dan Gospel atau mengambil keuntungan sumber daya alam di Nusantara, menduduki tanah Nusantara dan menyebaran agama kristen di khalayak masyarakat Indonesia.
Dengan berperannya ulama Islam dalam sosial masyarakat tentu saja ulama berperan dalam pengambilan keputusan di tempatnya. Hal inilah yang membuat Belanda geram dan ingin menghancurkan peran ulama Islam tersebut. Tujuan akhir belanda adalah menghilangkan peran ulama islam di kancah birokrasi Indonesia, karena pemerintahan yang dipegang oleh ulama Islam akan berakibat jatuhnya posisi Belanda. Faktor luar ketakutan Belanda atas Islam adalah kekuatan kekhalifahan Islam Utsmaniyah di Istanbul, Utsmaniyah yang menguasai banyak wilayah dunia tentu saja akan menghambat kekuatan nafsu kuasa para penjajah seperti Belanda.
Bukti nyata ketakutan Belanda akan ulama islam terwujud dalam program beasiswa yang diberikan pada bumi putra, beasiswa yang diberikan untuk belajar politik dari negeri Belanda tersebut bertujuan untuk menghindarkan kajian Islam dari pikiran bumi putra. Sehingga didikan belanda tersebut diberikan jabatan setelah pulang dari proses doktrinisasi secara lembut dan sopan tersebut. Banyak tokoh nasionalisme Indonesia yang bermunculan saat posisi Belanda mulai tenggelam, peran pondok pesantren dan ulama yang mengusir penjajah membuat posisi Belanda karam dan hampir hilang. Dengan adanya tokoh nasionlis tersebut semangat masyarakat Nusantara dialihkan dari paradigma Islam ke cinta tanah air dan paradigma sekuler.
Bukti lainnya Belanda mengutus para ilmuwannya untuk mengkaji Islam, bahkan ilmuan belanda yang terkenal seperti Snouck belajar beberapa tahun di Arab Saudi untuk memahami Islam dan mencari kelemahan para ulama Islam. Suatu pesan yang disampaikan Snouck pada pemerintahan kolonialisme Belanda adalah tentang haji.
Jika seorang muslim pergi haji beberapa tahun ke Saudi Arabia maka gerak-geriknya harus diawasi. Karena ulama tersebut bukan hanya pergi haji, tapi belajar poltik Islam dan bisa saja akan memberontak pada penjajah. Sedangkan seorang muslim yang pergi haji hanya dalam waktu singkat, maka tidak perlu diperhatikan karena tidak belajar Islam secara dalam. Sehingga orang yang tidak terlalu memahami Islam, tidak akan menjadi halangan bagi penjajah di Indonesia. Mulai dari perjuangan melawan penjajah sampai kemerdekaan Indonesia, campur tangan pihak Belanda, Sekularisme, Komunisme dan Liberalisme tidak lepas dalam perpolitikan Indonesia.
Belanda Mengkonstruksi Sejarah Indonesia
Banyak orang berkata, sejarah itu adalah suatu ilmu yang mengkaji semua kejadian pada masa lalu, yang berarti sejarah bercerita atau punya orang dulu. Sebenarnya sejarah adalah pemaknaan masa kini bukan masa lalu, karena setiap zaman orang bertanya tentang kejadian itu maka jelaslah pemaknaan sejarah ada pada waktu ditanyakan tersebut. Itu artinya sejarah merupakan konteks kekinian yang ingin diketahui orang terhadap apa yang sudah terjadi, atau dapat dikatakan sejarah itu suatu konsen kekinian untuk mencapai kebutuhan. Selain itu sejarah selalu aktual dan tidak ada yang dianggap usang walaupun kejadiannya lama.
Suatu kata yang menarik dari Voltaire yaitu “sejarah ditulis oleh jendral yang menang perang”. Sangat tepat apa yang dikatakan Voltaire tersebut, karena penguasa atau jendral yang menang perang bisa membuat konstruksi kejadian menurut nafsunya. Sebagaimana dalam perang dunia kedua, Amerika beserta sekutunya menjadi pemenang dan mereka bisa menjadi pemegang hak veto dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Atau bisa membuat catatan sejarah sesuai kehendaknya, sehingga negara lain mengikuti langkah negara yang disebut super power tersebut.
Begitu juga halnya di Indonesia, tokoh kemerdekaan yang dianggap nasionalis memegang tampuk kekuasaan. Padahal peran penting para ulama Islam sangatlah kuat untuk lepas dari penjajah, akan tetapi peran tokoh islam tersebut seolah di timbun oleh arang yang tidak terlihat tangan pelakunya.
Peran tokoh nasionalis bahkan sekuler lebih ditonjolkan dalam sejarah Indonesia, sangat sedikit sekali sejarah mencatat peran Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari dan tokoh Islam lainnya, seolah peran tokoh Islam ditutupi oleh tangan yang tak terlihat tersebut.
Islam yang masuk ke Nusantara atau disebut Indonesia sekarang, dari abad 7 Masehi seakan dibuat oleh penjajah sebagai perusak tatanan masyarakat, selain itu belanda yang membawa ajaran Kristen ke Indonesia seolah dihiasi sebagai dewa penyelamat dan pemersatu masyarakat.
Belanda yang membawa misi 3G yaitu Gold, Glory dan Gospel atau dikenal dengan misi penghabis sumber daya alam dan kekayaan Nusantara, menjadikan Nusantara budak yang diperah serta penyebaran keyakinan Injil oleh Belanda. Perlu diingat kembali bahwa masuknya Belanda adalah awal kerusakan mental masyarakat di Nusantara pada waktu itu, masuknya Belanda membawa kesengsaraaan yang membelenggu masyarakat pada waktu itu.
Karena kuatnya peran ulama Islam dalam kemerdekaan Indonesia, maka sangatlah wajar jika musuh Islam seperti Sekularisme, Liberalisme, Komunisme dan penjajah akan menyingkirkan Islam dari roda sejarah Indonesia. Dengan menghilangkan politik Islam di Indonesia, Belanda berharap bisa menguasai seluruh sumber daya yang ada di Indonesia. Misi yang mereka jalankan seperti 3G tersebut semakin lancar jika tidak ada hambatan dari kesadaran kaum muslimin atas kekejian penjajah tersebut. (*)
Oleh Ahlul Amalsyah
Mahasiswa Hubungan Internasional UMY Angkatan 2010
Konsentrasi Dunia Islam