PPTKIS Dituntut Berikan Penguatan Kapasitas Terhadap TKI

September 16, 2013, oleh: Admin HI

Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) harusnya turut memberikan penguatan kapasitas terhadap TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri, utamanya dalam aspek etika dan hukum. Hal ini  didasarkan pada temuan penelitian kami yang menyatakan bahwa pada sampel PPTKIS di Yogyakarta seluruhnya menyatakan tidak adanya upaya penguatan kapasitas di tingkat penyalur.
Demikian diungkapkan Achmad Zulfikar Ketua Peneliti Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) yang terpilih untuk mewakili Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ke Lombok, Nusa Tenggara Barat dalam rangka Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke 26 pada 9-13 September 2013 lalu.
Penelitian ini  berjudul “Penguatan Kapasitas Tenaga Kerja Internasional Indonesia dalam Aspek Etika dan Hukum di Kalangan Penyalur Jasa TKI di Yogyakarta“. Tim ini terdiri atas Achmad Zulfikar (HI 2010), Suleman (HI 2011), dan Aan Febriadi (FH 2011) didampingi Ade Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A yang juga merupakan dosen Hubungan Internasional (HI) UMY.
Permasalahan TKI di luar negeri saat ini merupakan topik yang mengundang sikap reaktif dari mahasiswa, maupun masyarakat luas. Namun, Zulfikar melihat permasalahan TKI dari sudut pandang lain. “Sikap reaktif mahasiswa seringkali membutakan ‘mata akademis’ mereka. Maka kami mencoba melihat permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda yakni pandangan akademis. Tim kami mencoba melihat permasalahan ini tidak semata-mata datang dari perilaku oknum di negara penempatan, namun melihat kembali pada kesiapan dari TKI yang bekerja di luar negeri,” paparnya.
Setelah melakukan observasi awal, Zulfikar menemukan fakta bahwa PPTKIS turut memegang peranan penting dalam mempersiapkan TKI yang akan bekerja di luar negeri. “Awalnya kami berupaya menelusuri pihak-pihak yang menyalurkan TKI, dan kami menemukan bahwa pihak PPTKIS memegang pernanan penting dalam alur penyaluran tersebut,” paparnya.
Namun demikian, Zulfikar menemukan hal yang miris di lapangan, yakni seluruh sampel PPTKIS mengakui tidak adanya upaya penguatan kapasitas di tingkat penyalur. Pembekalan memang dilaksanakan hanya melalui mekanisme pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) dari Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan TKI (BP3TKI). “Padahal awalnya saya berharap PPTKIS memiliki tanggungjawab lebih untuk mempersiapkan TKI, setidaknya ada penyampaian tentang kondisi di negara penempatan,” jelasnya.
Temuannya di PPTKIS tersebut berusaha dikolaborasikan dengan kebutuhan TKI melalui metode penelitian campuran (kuantitatif-kualitatif). Pendekatan yang digunakan pada TKI tersebut yakni kuantitatif dengan teknik kuesioner yang berisi 25 pertanyaan terkait aspek etika dan hukum yang merupakan pengetahuan umum dalam proses pemberangkatan TKI.
“Dari 25 pertanyaan melalui kuesioner, kami menggarisbawahi 3 pertanyaan yang menunjukkan urgensi dilakukannya penelitian ini yakni etika di negara tujuan, hukum terkait penempatan TKI di Indonesia (UU No. 39 Tahun 2004), serta aturan di negara penempatan. Persentase yang diperoleh dari ketiga pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa pemahaman TKI terhadap aspek etika dan hukum masih sangat kurang,” jelasnya.
Selain itu, pada penelitian ini Zulfikar juga menemukan fenomena menarik terkait tingkat kepatuhan PPTKIS dalam hal penyaluran TKI. “Seperti kita ketahui bahwa DI Yogyakarta mempunyai pemimpin yang berkharisma, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ternyata hal ini juga mempengaruhi kebijakan penyaluran TKI sektor formal yang dominan daripada sektor informal mengacu pada himbauan Sultan sebagai Gubernur DIY. Keistimewaan ini merupakan wujud komitmen Sultan yang dinilai efektif dan dapat dijadikan percontohan bagi daerah lainnya di Indonesia,” ungkapnya.
Zulfikar mengungkapkan bahwa produk dari penelitian ini berupa modul, dan artikel ilmiah. “Alhamdulillah, penelitian ini menghasilkan modul penguatan kapasitas yang diharapkan dapat kami tawarkan kepada pihak BNP2TKI untuk dijalankan pada PPTKIS. Semoga dapat berkontribusi terhadap upaya pengurangan permasalahan TKI di luar negeri. Di samping itu, dimuatnya penelitian ini pada jurnal ilmiah merupakan upaya untuk menggaungkan gagasan kami,” ungkapnya.
Adapun penelitian ini merupakan satu-satunya bidang sosial-humaniora yang lolos ke PIMNAS. Kebanggaan lainnya yakni Achmad Zulfikar merupakan mahasiswa Hubungan Internasional UMY yang telah membawa nama jurusan pada kompetisi bergengsi tingkat nasional. Semoga prestasi ini dapat diikuti oleh mahasiswa HI UMY lainnya pada PIMNAS ke-27 yang akan datang. (red)
Tertarik dengan penelitian ini? silahkan hubungi ketua peneliti melalui email apa@kabarfikar.com