Korea Utara tidak akan menghancurkan Korea Selatan

April 19, 2013, oleh: Admin HI

Banyak media yang menggambarkan ketegangan antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) di bulan Februari 2013 lalu dengan berbagai cara. Salah satunya majalah Defence Inggris, menggambarkan suasana yang tegang di Korea tersebut bagaikan musim gugur yang melanda. Bahkan, BBC London setelah percobaan bom nuklir Korut berhasil, langsung menghubungi saya tentang keadaan di Korsel. Pada saat itu saya katakan, Korea aman-aman saja dan tak ada masalah, serta saya katakan bahwa Korut tidak akan menghancurkan Korsel.
Begitulah yang diungkapkan oleh Guru Besar Hankuk University of Foreign Studies Prof. Yang Seung Yoon dalam Kuliah Umum yang diadakan oleh Program S2 Hubungan Internasional (MPHI) UMY, bekerjasama dengan Jurusan Hubungan Internasional (HI) UMY. Acara yang dihadiri juga oleh Guru Besar UMY Prof. Tulus Warsito tersebut berlangsung di Ruang Simulasi Sidang HI UMY, Jum’at (19/4).
Dengan memulai dari sejarah Korea terbagi dua disebabkan perbedaan ideologi, Prof. Yang menjelaskan alasan Korut tidak akan menghancurkan Korsel. Salah satu faktor terpentingnya adalah sejarah 2000 tahun hubungan kekeluargaan antara Korut dan Korsel. Sehingga perselisihan yang lebih kurang 60 tahun sekarang ini tidak terlalu menjadi masalah besar. Korea yang dulu hanya satu dan berasal dari suku, budaya, pakaian, bahasa yang sama, sudah tentu sulit untuk dipisahkan. “Sejarah 2000 tahun tentunya akan kuat mengalahkan perselisihan yang hanya 60 tahun”, jelas penasehat International Association of Korean Studies in Indonesia (INAKOS) ini.
Prof. Yang menerangkan sebab perselisihan antara 2 Korea yaitu Utara dan Selatan. Pembagian Utara dan Selatan yang dimuai sejak perang dunia kedua tahun 1945 tersebut, sebenarnya bukan keinginan dari rakyat Korea. Hal tersebut dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US) setelah penyerahan diri Jepang 1945. Bagian Utara merupakan basis komunis dan bagian Selatan merupakan basis kapitalis. “Korea adalah korban dari perselisihan 2 ideologi yang beradu pada saat perang dunia kedua. Yaitu ideologi komunis dan ideologi kapitalis dalam hal ekonomi”, terangnya.
Selain itu, Korut juga tidak mungkin menyerang Korsel disebabkan oleh tingkat kekuatan militer. Berdasarkan survi keamanan internasional, kekuatan militer Korut berada diperingkat 28, sedangkan kekuatan militer Korsel berada diperingkat 7. Alasan lainnya adalah Korsel memiliki sekutu AS, setiap negara yang menggunakan nuklir dan menentang AS. Selalu bisa dikalahkan oleh AS, sebagaimana nasib Saddam Husein (Irak) dan Muammar Khadafi (Libya) di Timur Tengah.” Dengan memperhitungkan kekuatan militer serta melihat sekutu Korsel adalah AS, maka tidak mungkin Korut berani menyerang Korsel. Selain itu ikatan kekeluargaan sangatlah kuat”, jelas Prof. Yang Seung.
Prof. Yang mengungkapkan, alasan Korut menakut-nakuti dunia internasional dengan senjata nuklir, merupakan strategi untuk mengadakan perundingan dengan AS, yaitu meminta secara paksa AS pergi dari semenanjung Korea. Sehingga Korut dan Korsel bisa bersatu. ”Jika dilihat, gertakan Korut menggunakan nuklir tersebut bertujuan untuk melakukan perundingan dengan Amerika Serikat. Karena yang menjadi masalah bagi Korut adalah ideologi (kapitalis) yang dibawa oleh AS tersebut. Serta tujuan Korut adalah mengkomuniskan seluruh Korea”, ungkapnya.
Dalam penutupannya, Prof. Yang Seung mengatakan bahwa rakyat Korea sangat tahu akan peribahasa kuno, yaitu “darah lebih kental dari air”. Oleh sebab itu Korut tidak akan membabi buta menyerang Korsel, karena mereka akan membunuh anak, kakek, nenek ataupun keluarga mereka sendiri. ”Jika Korut membom Korsel, berarti mereka membunuh nenek dan kakek mereka sendiri, begitu juga sebaliknya Korsel”, katanya dalam acara yang dihadiri oleh Ketua Jurusan HI UMY, Dr. Ali Muhammad dan Direktur MPHI UMY, Dr. Surwandono tersebut. (syah)