Diskriminasi Kepemilikan Nuklir Menghambat Pelucutan Senjata Nuklir di Dunia

Mei 4, 2013, oleh: Admin HI

Timbulnya beragam permasalahan dan hambatan dalam NPT (Non-Proliferation Treaty-red) atau perjanjian untuk melucuti persenjataan nuklir dunia turut disebabkan adanya negara yang dianggap “halal” atau sah memiliki persenjataan nuklir seperti AS dan beberapa negara lainnya. Hal ini merupakan bentuk diskriminasi bagi mereka (negara lain) yang justru dipertanyakan kepemilikan nuklirnya.
Hal ini disampaikan Kepala Program Studi Hubungan Internasional (Kaprodi HI) UMY dalam Seminar Internasional bertajuk “Proliferation of Global Nuclear Weapons” di Ruang Sidang AR. Fachruddin A Kampus Terpadu UMY, Sabtu (4/5). Kegiatan yang merupakan bagian dari Diplomatic Course (DC) ini diselenggarakan oleh Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) UMY yang juga memperingati Silver Age Celebration of KOMAHI (SACK).
Kepemilikan senjata nuklir ini menyebabkan terciptanya kondisi dunia yang berbahaya. Mengingat apabila aturan “no first use” dilanggar maka akan menimbulkan serangan balasan dari negara lain yang diserang. “Apabila suatu negara menembakkan senjata nuklirnya, maka akan dibalas oleh negara lainnya, dampak dari senjata itu sangat berbahaya, jenis (bom) yang dilepaskan di Hirosima saja dapat menewaskan 150 ribu orang, saat ini ada 23 ribu senjata nuklir yang tersebar di seluruh dunia” ungkapnya.
Terkait dengan kepemilikan nuklir oleh setiap negara, Ali menjelaskan beberapa alasan diantaranya adalah tidak adanya penguasa tunggal yang melindungi negara-negara dari serangan negara lain dan dapat menjamin suatu negara tidak menyerang satu sama lainnya dalam sistem internasional, “sehingga hal itu menuntut mereka untuk mampu menjamin keamanannya sendiri,” jelasnya.
Dalam kesempatan ini, Political Officer Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia Geoffrey Wessel turut menjadi pembicara. Ia mengungkapkan perspektif AS sebagai pihak yang gencar menyuarakan perdamaian dan keamanan dunia tanpa senjata nuklir, namun masih merupakan pemilik senjata nuklir itu sendiri.
Dalam paparannya ia menjelaskan kepemilikan senjata nuklir oleh negaranya betujuan untuk melindungi keamanan nasional serta menjamin keamanan Negara-negara sekutunya. “Melindungi keamanan nasional kita maupun keamanan sekutu-sekutu kami” paparnya.
Geffrey mengutarakan bahwa pengurangan senjata nuklir yang tengah digencarkan negara-negara didunia saat ini memiliki permasalahan seperti adanya negara yang tidak tidak mengikuti perjanjian non proliferasi nuklir seperti India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara yang telah menarik diri dari perjanjian itu. Negara-negara tersebut, lanjut Geoffrey, kerap melakukan aksi-aksi provokatif seperti yang dilakukan Korea Utara. “Program nuklir Korea Utara mengancam stabilitas Asia dengan aksi-aksi provokatif yang dilakukan”, jelasnya.
Pada kesempatan tersebut Geoffrey juga menyinggung pengembangan energy nuklir yang dilakukan Iran. Ia menyatakan Iran sebagai anggota NPT (Non-Proliferation Treaty) melanggar kewajiban yang tertuang dalam kesepakatan NPT, IAEA, serta United Nations Security Resolution (UNSCRs) 1696, 1737, 1747, dan 1803. Karena telah melakukan pengayaan uranium melampaui batas yang diperlukan untuk penggunaan sipil. Serta Negara tersebut tidak kunjung menyepakati inspeksi yang akan dilakukan oleh IAEA.
Geoffrey juga menambahkan bahwa aktor non negara seperti jaringan teroris turut menciptakan permasalahan dalam pengurangan senjata nuklir di dunia. Karena, jaringan teroris juga terus berupaya untuk dapat memiliki teknologi nuklir untuk menyerang musuh mereka. “Jaringan teroris berupaya memiliki nuklir, mereka akan menyerang negara yang mereka bisa serang” tambahnya. (umy.ac.id/fikar-ed)