Drama Korea: Apakah Hanya Sekedar Drama?

Mei 15, 2020, oleh: Admin HI

Masa pandemi seperti saat ini mengharuskan masyarakat untuk lebih banyak beraktivitas di dalam rumah. Berbagai macam kegiatan dapat dilakukan selama menjalani masa “Di Rumah Aja” seperti menghabiskan serial drama Korea yang sedang menjadi tren dikalangan masyarakat saat ini. Namun, ternyata menurut Ibu Ratih Herningtyas, menonton drama Korea tidak hanya tentang menikmati visualisasi gambar dan alur cerita yang ditampilkan tetapi juga tentang bagaimana memahami pesan tersirat yang terdapat dalam drama Korea tersebut.
Dalam diskusi “Ngabuburit Bareng Lensamu”, Ibu Ratih mengatakan bahwa drama Korea dapat menjadi sarana untuk mampu berpikir secara kritis terhadap pesan yang dibawakan sepanjang alur cerita dari drama Korea tersebut. Sebagai contoh, drama Korea dapat mempromosikan atau mengkampanyekan berbagai nilai-nilai seperti teguh dalam memegang prinsip dan bekerja keras untuk mencapai target yang diinginkan. Bahkan, drama Korea juga dapat menyisipkan nilai-nilai untuk kesetaraan gender (gender equality). Kemudian, drama Korea juga menjadi media promosi produk, baik penempatan brand atau merek, penggunaan produk oleh aktor maupun produk yang menjadi bagian dari cerita drama Korea.
Drama Korea juga mengekspos fenomena sosial yang terjadi sehari-hari seperti perselingkungan atau obsesi orang tua dalam pendidikan anaknya. Cerita kehidupan sehari-hari yang dibawakan oleh para aktor pemeran drama Korea juga dapat membuat tidak adanya batas antara cerita yang sedang diperankan dengan kehidupan nyata dari para aktor pemeran tersebut sehingga membuat para penggemar drama Korea menjadi sangat fanatik terhadap bintang pemain drama Korea. Ibu Ratih juga menambahkan, drama Korea dapat menjadi media publikasi tren dan lifestyle kekinian yang bisa menjadi referensi masyarakat seperti tren fashion, operasi plastik, atau bahkan game termutakhir.
Dalam perspektif hubungan internasional, drama Korea yang merupakan bagian dari K-Pop digunakan sebagai alat diplomasi Korea Selatan dalam bentuk soft power yaitu untuk mempengaruhi suatu masyarakat secara tidak langsung. Hal ini mulai dilakukan Korea Selatan pada tahun 1980 dengan membuka diri untuk mempromosikan Korea Selatan. Sebagai contoh dalam drama “Winter Sonata”, Pemerintah Korea Selatan berusaha untuk mempromosikan Nami Island sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Korea Selatan. Industri K-Pop melibatkan berbagai aktor dan dikenal dengan satu istilah “Hallyu Bandwagon”, salah satunya Presidential Council on Nation Branding yang bertujuan untuk mempromosikan citra Korea Selatan di dunia internasional melalui sarana budaya, produk dan masyarakat Korea Selatan. Berhubungan dengan aspek perekonomian, pada tahun 2015, Pemerintah Korea Selatan telah mengeluarkan “Legalisation of Product Placement” sehingga produk asing juga dapat dipromosikan melalui drama Korea. Hal ini berhasil meningkatkan investasi terhadapa Korea Selatan pada tahun tersebut.
Sebelum menutup diskusi, Ibu Ratih Herningtyas menyampaikan bahwa menyukai budaya Korea Selatan seperti drama Korea tidak salah asalkan tetap berada dalam intensitas yang wajar dan juga beliau berpesan untuk tidak hanya menikmati visualisasi yang ditampilkan namun juga melihat nilai-nilai yang dibawakan dalam drama Korea.