Malaysia versus Kesultanan Sulu, Tipe Konflik Unik dalam Sistem Negara Bangsa

Maret 8, 2013, oleh: Admin HI

Sabah, itulah nama wilayah yang menjadi persoalan antara Kesultanan Sulu dengan negara Malaysia. Saling tembak yang terjadi pada awal Maret 2013, mengakibatkan lima polisi Malaysia dan dua orang yang di identifikasi sebagai tentara kesultanan Sulu menjadi korban. Saling tembak tersebut semakin melebar dari tempat awal terjadi, dari Lahad Datu menyebar ke Semporna dan Kunak. Konflik antara Kesultanan Sulu dengan Malaysia tersebut semakin bereskalasi (semakin tegang) dari hari ke hari.
Kepala Polisi Malaysia Inspektur Jenderal Tan Sri Ismail Omar menyatakan bahwa, pasukan malaysia akan terus menumpas tentara Sulu yang membawa senjata api. Begitu juga sebaliknya pasukan Kesultanan Sulu menyatakan tidak akan mundur sebelum Sabah menjadi kepemilikan mereka kembali.
Menurut pakar Resolusi Konflik Hubungan Internasional UMY Sugito, S.IP, M.Si, konflik antara Malaysia dengan Kesultanan Sulu ini, merupakan konflik yang unik. Dalam sistem negara bangsa, tidak biasanya kesultanan atau sistem monarki berkonfrontasi dengan negara yang berdaulat seperti halnya Malaysia.Yang justru biasa terjadi adalah negara melawan negara yang di sebut perang, kelompok pemberontak melawan negara yang disebut separatis.
Kesultanan Sulu yang masuk dalam negara Filipina dan mendapat otonomi daerah tesendiri, merupakan suatu kekuatan yang dilihat dari kacamata internasional tidak termasuk perang antar negara. Namun, Kesultanan Sulu berhasil menyatakan tuntutan mereka atas pemilikan Sabah pada Malaysia dengan cara konfrontasi senjata, walaupun kepemilikan Sabah belum tentu didapat oleh Sulu. Inilah yang menyebabkan konflik Sulu dan Malaysia tergolong unik, belum pernah ada sebelumnya peristiwa seperti ini terjadi dalam sistem negara bangsa yang telah sedemikian majunya.
Dilihat dari sejarah, Sabah merupakan wilayah milik Kesultanan Sulu yang disewa oleh Inggris dulu yaitu British North Borneo Company. Inggris yang menduduki Malaysia mengelola tanah Sabah untuk kepentingan ekonomi saat itu. Namun, setelah kependudukan Inggris lepas dan diberikannya Malaysia kemerdekaan telah terjadi peralihan kekuasaan. Sabah yang dikuasai Inggris tersebut pindah tangan ke Malaysia, dan Kesultanan Sulu pun tidak mempermasalahkan kepemilikan Sabah saat itu.
Sebab Sulu Menyerbu
Meninjau kenapa Sulu menyerbu atau mempermasalahkan kepemilikan Sabah, pakar Resolusi Konflik HI UMY Sugito,S.IP,M.Si berpendapat bahwa, penyebab konflik antara Malaysia dan Sulu merupakan alasan yang klasik yaitu frustasi atas kekuasaan. Klaim Sulu atas Sabah, mempunyai keterkaitan dengan perundingan antara Filipina dengan Moro National Liberation Front (MNLF). Perundingan yang dimediasi oleh Malaysia pada Oktober 2012 lalu, menghasilkan keputusan bahwa Mindanao termasuk juga Sulu sebagai wilayah otonomi dan diberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola secara independen oleh Mindanao.
Kesepakatan tersebut menyebabkan Kesultanan Sulu yang terletak di Filipina bagian selatan tidak mendapat lahan lagi dan berniat merebut wilayah mereka di tempat lain, yaitu Sabah. Yangmana Sabah merupakan tanah Kesultanan Sulu jika dilihat dari sejarah kolonialisme dulu. Karena kekecewaan dan frustasi atas keputusan Filipina tersebut konflik mencuat, akan tetapi Sulu tidak memisahkan diri atas Filipina.
Selain itu, Sabah mempunyai kekayaan alam yang banyak, terhitung pada tahun 2011, wilayah Sabah memiliki cadangan gas alam 11 triliun kaki kubik dan cadangan minyak sekitar 1,5 miliar barel. Jumlah tersebut tidaklah sedikit, jika hasil alam tersebut menjadi milik Kesultanan Sulu tentu saja akan membuat kesejahteraan di Sulu semakin membaik.
Keberanian Sulu mengklaim Sabah, tentu saja di pengaruhi oleh bertambahnya kekuatan Kesultanan Sulu dari Pejuang Moro. Sulu selama ini sebagai daerah basis kedua dari pejuang Moro, tentu saja pejuang Moro akan membantu Kesultanan Sulu untuk mendapatkan apa yang mereka sebut sebagai wilayahnya. Karena memang dilihat dari sejarah, Sabah merupakan milik Kesultanan Sulu dulunya.
Kenapa Konflik Malaysia-Sulu Semakin Bereskalasi?
Dilihat dari sikap dan perilaku konflik antara Malaysia dengan tentara Kesultanan Sulu, menunjukkan sikap yang keras dan bertahan. Pihak Malaysia menyatakan bahwa mereka tidak akan melepaskan Sabah ke tangan Sulu, bahkan Malaysia akan menambah jumlah pasukan untuk mempertahankan Sabah.
Sedangkan Sulu bertekad akan terus melancarkan serangan hingga Sabah berhasil diduduki. Abraham Idjirani, juru bicara Sultan Sultan Sulu Jamalul Kiram III, menegaskan tentara Kesultanan Sulu tak akan menyerah dan akan bertahan sampai titik darah penghabisan. Sikap yang keras dan bertahan hingga situasi jelas siapa yang menang dan kalah ini, menunjukkan konflik Malaysia dan Sulu ini semakin bereskalasi.
Sedangkan dilihat dari aktor dalam konflik Malaysia dan Sulu ini, bukan hanya pihak Kesultanan Sulu yang bertentangan dengan polisi Malaysia. Di pihak Sulu ada pejuang Moro yang akan membantu untuk mendapatkan wilayah Sabah, sedangkan di pihak Malaysia di bantu oleh pemerintahan Filipina.
Presiden Filipina Beniqno Aquino, melalui konfrensi pers menyampaikan kepeduliannya atas keamanan Filipina. Beniqno juga meminta pasukan Sulu pulang ke Filipina dan menyelesaikan masalah dengan cara perundingan. Sedangkan Sulu yang menuntut Malaysia atas klaim Sabah, tidak menentang kekuasaan pemerintahan sah Filipina.
Dengan demikian tindakan secara keras terhadap Kesultanan Sulu juga tidak mungkin diambil oleh presiden Beniqno Aquino, mengingat Sulu tidak melakukan pemberontakan atas pemerintahannya. Melihat aktor yang cukup banyak dan kepentingan masing- masing aktor berbeda, maka konflik antara Malaysia dan Sulu ini semakin rumit. Selain itu, Sabah sebagai wilayah yang direbutkan oleh Sulu dengan Malaysia tersebut menyimpan cukup banyak kekayaan alam.
Melihat alasan pemerintah Filipina tidak menindak lanjuti Sulu dengan cepat dan tegas, maka dapat di asumsikan dengan jelas bahwa Filipina mempunyai kepentingan untuk menjaga stabilitas keamanan  internal negaranya. Dapat di pastikan jika seandainya Filipina terlalu keras menegur Sulu, bisa jadi pejuang Moro yang berbasis di Suu akan bangkit kembali menuntut pemerintahan sah Filipina.
Selain itu Filipina harus menjaga hubungan baiknya dengan Malaysia, oleh sebab itu Beniqno Aquino mengajak pasukan Sulu untuk mundur dan merundingkan tuntutannya itu. Kekuatan pejuang Moro yang dibantu oleh pasukan Sulu nantinya tentu akan mempersulitkan pemerintahan sah Filipina. Oleh sebab itulah masalah Sulu harus ditangani dengan hati- hati oleh pemerintahan Filipina, supaya tidak terjadi lagi kekacauan di internal Filipina itu sendiri.
Mengenai Resolusi Konflik Malaysia- Sulu
Melihat kerasnya sikap yang dinyatakan oleh kedua pihak, yaitu sikap bertahannya Malaysia untuk menjaga Sabah dan sikap keras Sulu untuk menduduki Sabah. Pakar Resolusi Konflik HI UMY Sugito, S.IP, M.Si mengatakan untuk resolusi konflik antara Malaysia dan Sulu ini dengan cara arbitrase, yaitu dengan cara dibawa ke peradilan internasional atau diselesaikan dengan cara hukum. Dalam solusi arbitrase ini nantinya sangat jelas ada yang menjadi pemenang dan ada yang kalah.
Adapun pihak Kesultanan Sulu meminta masalah kepemilikan Sabah di bawa ke peradilan internasional, bahkan juru bicara Kesultanan Sulu mengatakan besar harapan mereka jika Amerika Serikat ikut dalam penyelesaian masalah Sabah. Berdasarkan pernyataan juru bicara kesultanan Sulu tersebut, Amerika Serikat cukup tahu dalam hal pemilikan Sabah karena Amerika pernah ikut mengontrol Filipina tahun 1900-an. Oleh sebab itu Washington dinilai tahu betul sejarah kepemilikan Kesultanan Sulu atas Sabah.
Sedangkan di pihak malaysia yang mewarisi tanah Sabah dari Inggris dengan jangka waktu cukup lama, tentu tidak akan mudah untuk membicarakan atau menegosiasikan kepemilikan Sabah tersebut. Selain itu Inggris yang memberikan kemerdekaan pada Malaysia, melakukan jajak pendapat atas penduduk Sabah. Adapun hasil dari jajak pendapat tersebut penduduk Sabah memilih untuk bergabung dengan Malaysia. Namun, Inggris pada waktu itu mengambil keputusan secara sewenang-wenang sebagai penjajah atau imprealisme.
Untuk itu, solusi yang cukup tepat untuk permasalahan Sabah ini adalah jalan arbitrase. Dengan diselesaikannya di jalur hukum, maka jelaslah nantinya siapa yang berhak atas Sabah. Diselesaikannya dengan jalur hukum juga mengurangi korban dalam bentrokan antara Malaysia dan Sulu.
Nasib Sabah, Inikah Salah Satu Kejahatan Imperialisme?
Imperialisme atau kolonialisme merupakan dua saudara yang sama- sama bersifat parasitisme, yaitu memberikan kerugian pada lingkungan sekitarnya. Imperialisme yang memiliki fokus pada pergerakan ekonomi, sedangkan kolonialisme fokus pada bidang tanah. Imperialisme dan kolonialisme ini didorang oleh sifat yang tidak puas dengan apa yang telah dimiliki, serta ingin menduduki kepunyaan orang lain sebagai miliknya. Sebagai contohnya Belanda yang menjajah Indonesia maupun Inggris yang menjajah Malaysia, akan tetapi Belanda dengan cara kolonialisme dan Inggris menggunakan cara imperialisme.
Menurut Sugito, S.IP, M.Si setiap kegiatan imperialisme dan kolonialisme pasti meninggalkan jejak permasalahan, yaitu masalah perbatasan. Karena penjajah hanya memikirkan kepentingan dan tujuan mereka untuk mendatangi suatu wilayah, jadi setiap masalah yang akan datang tidak perlu mereka bahas asal kepentingan mereka terpenuhi. Begitulah yang terjadi dengan kasus Sabah ini. Sedangkan di Indonesia terjadi kasus yang sama yaitu sengketa Sipadan-Ligitan, yakni antara Indonesia dan Malaysia. Begitu juga masalah kemerdekaan Palestina saat ini, yang dulunya Zionis mendapat izin dari Inggris. Singkatnya, setiap kegiatan imperialisme dan kolonialisme merupakan kejahatan yang luar biasa dan merugikan bagi masyarakat internasional. Oleh sebab itu setiap penjajahan selalu meninggalkan masalah kepemilikan tanah atau perbatasan.
Selain itu, imperialisme dan kolonialisme juga meninggalkan masalah yang sangat serius lainnya berupa perpecahan persatuan etnis. Dengan politik devide et impera atau politik memecah belah, Belanda di Indonesia berhasil mengadu domba antar etnis. Sehingga satu etnis hanya peduli pada sesama etnisnya, sedangkan etnis lain dipandang sebagai musuh. Hal tersebutlah yang terlihat di Indonesia pada zaman penjajahan belanda, perpecahan etnis yang berujung pada rusaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai satu kesatuan yakni bangsa Indonesia. (syah)