Demonstrasi Turki: Krisis Kontinuitas Tanda Buruknya Demokrasi

Juni 10, 2013, oleh: Admin HI

Dimulai pada tanggal 1 Juni 2013, peristiwa demo rakyat Turki yang sekuler memenuhi media internet dan media massa lainnya. Pada awalnya demo tersebut disebabkan dengan adanya wacana pembangunan gedung di sebuah taman kota Taksim. Namun, setelah pemerintahan Turki menyatakan untuk mempertimbangkan pembangunan gedung tersebut, isu yang diangkat dalam demonstrasi mulai berubah. Memang pada awalnya masalah pembangunan gedung di taman Taksim, namun secara tiba-tiba berubah menjadi tuntutan pada perdana menteri Turki yaitu Recep Tayyip Erdogan. Para demonstran menuntut supaya PM Turki tersebut turun dari jabatan, karena pendemo tersebut mengatakan Erdogan ingin mengembalikan prinsip hidup islami di Turki.
Menurut pakar Kajian Politik Islam dan Kajian Timur Tengah, Dr. Sidik Jatmika, peristiwa gejolak Turki bisa dilihat dari faktor sejarah negara Turki itu sendiri. Bagaimana awal terbentuknya negara Turki dan siapa yang memegang pemerintahan pada waktu itu. Dengan demikian dapat diketahui sebab gejolak tersebut, selain itu dapat juga dilihat dari beberapa kebiasaan yang terjadi di Timur Tengah, atau beberapa krisis yang selalu terjadi di negara berkembang.
Menilik Sejarah Negeri 3 Peradaban
Sebagaimana diketahui, dahulu Turki dinamai Byzantium di tangan Yunani, Konstantinopel di tangan Romawi dan Istanbul di tangan Kekaisaran Islam Utsmani. Dari perpindahan 3 kekuatan besar inilah akhirnya Turki terbentuk pada tahun 1923, yakni setelah dinasti Utsmani berakhir. Tampuk pemerintahan kemudian dipegang oleh Mustafa Kemal Atturk, yang dulunya merupakan panglima perang dari dinasti Utsmani Istanbul. Siapa Mustafa Kemal tersebut?, dialah yang dikenal dengan bapak sekuler Turki saat ini. Mustafa Kemal diberikan julukan bapak sekuler Turki karena ide dan gagasan yang dia jalankan di Turki, yaitu mereduksi nilai-nilai Islam dalam masyarakat Turki. Sekuler yaitu memisahkan urusan dunia yang terutama yaitu urusan negara dengan urusan agama. Sehingga tatanan kehidupan bebas tanpa ada aturan agama yang mengikat.
Dengan adanya sejarah panjang dari 1923 hingga 2013, rakyat di Turki yang dulunya kelompok sekuler hanya beberapa orang, mulai berkembang dan meluas sehingga banyak yang berminat pada tatanan hidup sekuler. Sehingga pada saat ini cukup banyak masyarakat Turki yang menganut paham sekuler tersebut. Selama 90 tahun paham sekuler di Turki berangsung, menjadikan kebiasaan hidup masyarakat berubah di Turki. Selama itu juga pemerintahan di Turki dikuasai oleh partai atau kelompok sekuler, walaupun jumlah kelompok sekuler ini tidak lebih banyak dari masyarakat Turki yang masih berpegang pada ajaran Islam.
Selain kebiasaan hidup sekuler, serta adanya kelompok sekuler yang memegang beberapa titik penting di pemerintahan. Kentalnya ideologi praetorianisme yaitu semangat di kalangan militer untuk mengendalikan politik di negara. Membuat masyarakat merasa biasa dan tenang dengan kehidupan demikian, sehingga ketika ada yang mengganggu tatanan yang sudah dianggap tenang dan baik itu, sangat wajar masyarakat jadi resah. Dengan dipicu oleh adanya pembangunan gedung di lapangan hijau atau taman kota Taksim di Turki, masyarakat mulai melakukan unjuk rasa, ditambah lagi dengan adanya peraturan diharamkannya berjualan minuman keras yang berbahaya bagi kesehatan, serta Erdogan yang begitu kental pemahaman Islamnya beserta partainya. Membuat unjuk rasa meluas dan semakin memanas atau eskalasi. Masyarakat yang sekuler merasa terancam dengan adanya peraturan atau tatanan kehidupan yang Islami tersebut, karena sudah sekitar 90 tahun orang sekuler merasa tenang dan tanpa diganggu.
Apakah Ada Campur Tangan Asing di Turki?
Menurut Dr. Sidik Jatmika, campur tangan asing dalam sistem negara bangsa saat sekarang ini sudah tidak bisa dielakkan. Namun, siapa yang pasti ikut andil dalam urusan Turki tidak dapat dikatakan dengan jelas. Jika diihat dari beberpa berita yang ada, sangat jelas maraknya seruan dari tokoh atau kepala negara lain di Eropa ataupun Amerika Serikat, merupakan bentuk campur tangan atau pengaruh secara tidak langsung. Selain itu jika dilihat dari gejolak negara di Timur Tengah seperti Suriah, secara tidak langsung efeknya juga berdampak ke Turki. Karena secara geografis letak Turki sangat dekat dengan Suriah. Jika terjadi konflik di negara-negara Arab, maka Turki merupakan negara yang termasuk cepat terkena dampaknya.
Selain itu campur tangan asing sangat mungkin terjadi karena partai yang membawa Recep Tayyip Erdogan menjadi Perdana Menteri di Turki adalah partai Islam. Walaupun partai tersebut tidak menunjukkan bahwa partai tersebut berasaskan Islam, akan tetapi orang juga mengetahui bahwa partai tersebut adalah partai Islam. Karena itu merupakan dari taktik untuk mendapatkan suara dari masyarakat yang sekuler, begitu juga yang pernah terjadi di Indonesia untuk mendapatkan suara. Negara ataupun organisasi internasional yang tidak suka dengan tatanan Islami, maka akan mendukung pihak oposisi serta mendorong terjadinya sebuah tindakan massa untuk menurukan figur yang ingin dijatuhkan.
Krisis yang Rentan Terjadi di Timur Tengah
Dengan adanya partai oposisi di Turki, posisi partai yang memegang tampuk pemerintahan pastilah mendapatkan perlawanan, karena itulah persaingan politik. Ditambah lagi dengan dekatnya pemilihan umum di Turki, maka segala cara akan dilakukan oleh partai tertentu untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Akan tetapi suatu hal yang menjadi kebiasaan buruk di Timur Tengah yaitu adanya krisis otoritas dan kontinuitas. Sehingga nilai-nilai demokrasi tereduksi oleh krisis tersebut, keadaan politik tidak stabil dan sebagainya.
Krisis otoritas merupakan keabsahan untuk berkuasa dan memerintah yang diakui oleh rakyat sendiri maupun bangsa lain. Dalam kenyataan, banyak penguasa yang mengalami pemberontakan dalam negeri. Misalnya penguasa Sudan menghadapi pemberontakan di Darfur (Sudan Selatan), Turki menghadapi pemberontakan suku Kurdi, pemerintah Siprus menghadapai gerakan separatisme Siprus Utara yang didukung Turki dan sebagainya. Dalam hal ini pemerintah Turki sekarang bukan hanya mendapat tantangan dari Kurdi, akan tetapi juga partai oposisi yang menjadi lawan dalam pemilihan umum.
Selain itu yang memberikan dampak buruk dari demokrasi yakni krisis kontinuitas. Yaitu keadaan dimana para penguasa di Timur Tengah rawan dari ancaman atau digulingkan dengan cara-cara yang tidak demokratis. Baik dari ancaman revolusi, pemberontakan dalam negeri hingga intervensi asing. Dengan adanya tuntutan dari kelompok sekuler ini, tentu saja akan menjadi masalah buat pemerintahan Turki, besar atau tidaknya masalah tersebut tergantung pada tokoh pemerintahan tersebut yang mengendalikan. Namun yang menjadi titik persoalan adalah buruknya demokrasi di suatu negara jika menurun paksa pemerintahnya. Jika pemilihan sudah berlangsung, maka sebaiknya ikuti apa yang lenjadi piihan tersebut selama 5 tahun pemerintahannya. Pemerintah dipilih bukan untuk dijatuhkan kembali, akan tetapi untuk didukung supaya bisa mengayomi negara ini. (syah)