Akankah Inggris keluar dari Uni Eropa?

Mei 16, 2013, oleh: Admin HI

Di awal tahun 2013 telah beredar isu bahwa Inggris akan mengadakan referendum tentang keluar dari keanggotaan Uni Eropa. Dalam survey yang dilakukan oleh lembaga survey ICM menunjukkan, 51% masyarakat Inggris ingin keluar dari Uni Eropa, sedangkan yang ingin tetap bergabung  hanya 41%. Anggota Parlemen Inggris dari Partai Konservatif Douglas Carswell sebagaimana dikutip Reuters mengatakan, Masyarakat Inggris takut jika ekonomi semakin melemah dan nilai mata uang menurun, sehingga masyarakat setuju jika Inggris keluar dari Uni Eropa. Isu tersebut sebenarnya sudah ada sejak lama, akan tetapi tidak terlalu menjadi pokok permasalahan di negara yang telah bergabung dengan Uni Eropa sejak 1973. Yang menjadi pertanyaannya, kenapa isu keinginan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa bangkit kembali? Apa faktornya? Siapakah aktor penyebabnya?.
Dalam menjabarkan pertanyaan tersebut pakar Kajian Uni Eropa Hubungan Internasional UMY, Dr. Ali Muhammad, M.A, memberikan analisanya seputar isu keinginan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Dengan melihat sejarah berdirinya Uni Eropa yang dulu bergerak dalam kerjasama tambang dan batu bara 1952, kemudian menjadi suatu wadah ekonomi negara-negara di benua Eropa dan menjadi suatu kekuatan baru dalam organisasi internasional di Eropa. Sebagaimana yang diperjuangkan oleh tokoh pendiri Uni Eropa yaitu Robert Schuman, Winston Churchill, Konrad Adenauer, Alcide De Gasperi dan Jean Monnet.
Kenapa Inggirs Ingin keluar dari Uni Eropa?
Pertama, Inggris sejak awal bukanlah motor integrasi utama di Uni Eropa. Adapun negara yang berperan kuat di Uni Eropa adalah Jerman dan Prancis, sedangkan Inggris yang bergabung dengan Uni Eropa sekitar tahun 1970-an termasuk lambat dalam bergabung. Selain itu, di kalangan tokoh pemerintahan Inggris sendiri juga terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Ada yang setuju Inggirs bergabung dan ada juga yang tidak setuju untuk bergabung dengan Uni Eropa. Selain itu Inggris menganggap dirinya sebagai suatu kekuatan yang kuat walaupun tidak berintegrasi dengan Uni Eropa. Sejarah sebelumnya Inggris membuktikan dirinya sebagai balancer (penyeimbang-red) di Eropa, ketika ada perang antar dua negara Inggris berpihak pada yang lemah. Misalnya pada perang dunia kedua, Inggris membantu Prancis dalam melawan Jerman yang kekuatannya lebih besar, disinilah Inggris menyebut dirinya balancer.
Kedua, adanya kelompok skeptisme tokoh pemerintahan dan masyarakat di Inggris. Kelompok skeptisme merupakan kelompok yang tidak terlalu setuju Inggris bergabung dalam Uni Eropa, bahkan kelompok ini ada yang berpendapat ekstrim seperti tidak ada keuntungan bagi Inggris bergabung dalam Uni Eropa. Jika dilihat dari kekuatan Inggris sebelum bergabung dalam Uni Eropa, memang betul Inggris sudah lebih dulu mempunyai kekuatan yang besar. Selain itu Inggris mempunyai bargaining position (daya tawar-red) yang cukup besar di antara negara maju. Mulai dari masuknya Inggris dalam pemegang hak veto di persatuan bangsa- bangsa (United Nations), hingga kekuatan militer dan ekonomi Inggris yang terhitung kuat.
Kelompok skeptisme di Inggris bukanlah kelompok yang mayoritas, akan tetapi kelompok ini ada di berbagai partai dan institusi di Inggris, sehingga suara kelompok skeptis ini menjadi lantang dan signifikan. Selain itu kelompok skeptis juga banyak bermain di berbagai media dan lembaga- lembaga yang dekat dengan masyarakat. Dengan demikian isu untuk keluarnya Inggris dari uni Eropa sangat mudah diprovokasikan lewat media. Yang membuat banyaknya kelompok skeptis ini mendapat perhatian di mata masyarakat Inggris, juga disebabkan oleh tidak adanya ideologi tertentu yang melekat dalam tubuh kelompok skeptis ini. Sehingga semua golongan yang setuju dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa memberikan kontribusi, baik itu melalui pernyataan di media ataupun partisipasi dalam menjalankan referendum.
Ketiga, ekonomi Uni Eropa dan negara anggota mulai melemah. Dengan adanya krisis di Uni Eropa, terutama pada negara- negara anggota seperti Yunani, Italia dan lainnya. Menimbulkan ketakutan bagi masyarakat Inggris sendiri, sehingga dalam survey yang dilakukan di Inggirs banyak yang setuju keluar dari Uni Eropa. Inggris yang memiliki mata uang yang tertinggi di Uni Eropa memiiki keunikan yang membanggakan rakyat Inggris sendiri. Selain menjadi negara pemegang hak veto di Perserikatan Bangsa- Bangsa, Inggris juga menjadi suatu negara yang memiliki kekuatan ekonomi politik yang besar di mata berbagai negara di dunia.
Akankah Inggris keluar dari Uni Eropa?
Melihat hasi survey tersebut dan jika berjalannya referendum, sangat memungkinkan Inggris keluar dari Uni Eropa. Karena prinsip atau logika politik akan berpihak pada suara masyarakat yang mayoritas, sehingga partai ataupun pemerintahan inggris akan cenderung menuruti permintaan rakyatnya, terutama partai konservatif yang sudah menyatakan setuju dengan hasil survey keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Akan tetapi Inggris harus juga memperhitungkan kembali dalam mengambil keputusan untuk keluar dari Uni Eropa. Dilihat dari sisi ekonomi seperti common market (pasar bersama-red), Inggris justru mendapat keuntungan yang cukup banyak. Selain itu hubungan Inggris dan Amerika Serikat sangat dekat, sedangkan Amerika Serikat meminta agar Inggris jangan keluar dari Uni Eropa, hal tersebut disampaikan langsung oleh Presiden AS Barack Obama, dalam pidato sambutannya saat Perdana Menteri Inggris David Cameron berkunjung ke gedung putih. (Syah)